Kamis, 06 April 2017

Tutur Pak Kyai

Dulu, kau yang ajari aku kekuataan
Ketika maghrib t'lah menjelang
Anak-anak menimba air isi padasan

Dulu, kau yang ajari aku ketaatan
Ketika surau kumandangkan adzan
Sapaanmu ajak shalat ditegakkan

Dulu, kau yang ajari aku keteguhan
Ketika kemapanan masih jadi impian
Kau sendiri pun belum berkecukupan

Dulu, kau yang ajari aku kesabaran
Ketika turutan masih sekadar hafalan
Lalu perlahan tajwid kau pahamkan

Dulu, kau yang ajari aku kelembutan
Ketika maulid diba jadi candaan
Lalu makna kata-katanya kau jelaskan

Dulu, kau yang ajari aku keberanian
Ketika takhayul jadi cerita harian
Lalu kau bilang: manusia makhluk pilihan

Dulu, kau yang ajari aku kesulitan
Karena hidup selalu penuh ujian
Lalu kau katakan: bayi saja mau berjuang

Dulu, kau yang ajari aku keindahan
Ketika lantunan Kitab kubaca pelan
Lalu kupelajari qiroatil Quran

Dulu, kau yang ajari aku ketundukan
Ketika aku merasa jadi kebanggaan
Lalu kau contohkan adab, santun, dan sopan

Dulu, kau yang ajari aku arti kejayaan
Ketika dunia kudapatkan
Lalu di akhirat raih kemenangan

Terima kasih, Kyai-ku

Rabu, 05 April 2017

Rasa

Rasa itu seperti hembusan angin
Sejuk tapi senyap
Tak kentara tapi nyata
Beribu kata tak mampu menggambarkan rasa
Cukuplah aku dan Sang Pencipta Rasa yang tahu
Rasa tak ingin dipaksa
Rasa ingin bebas bagai angin
Rasa akan menyelinap
Rasa akan pergi
Dan akan datang lagi

Oh, rasa
Kadang riuh... sepi... hambar... tawa
Suka... cela
Semua bisa dirasa

Rasa yang paling agung
Rasa cinta pada Sang Pencipta Rasa

Rasa yang indah ada
Saat manusia cinta pada sesama
Karena Pencipta Rasa

Saat dunia pergi
Rasa akan tetap hadir
Tapi, rasa akan pergi
Saat raga juga pergi

(Bandung, 5 April 2017)

Kontributor: Dewi Pudji Rahayu

Selasa, 04 April 2017

Pahlawan Tanpa Prasasti

Pada pundakmu yang terbungkuk lesu
Aku lihat kau panggul senjata seadanya
Pada rambutmu yang memutih bak kain belacu
Kulihat kau panglima nan berwibawa
Pada kulitmu yang mengendur layu
Aku melihat semangat mengharu biru, membara
Pada matamu yang pudar cahayanya, sayu
Aku melihat keteduhan juga lara

Buatmu, pahlawan tak mesti terukir
Dalam prasasti negara
Bagimu, merdeka bukan tujuan utama
Untukmu, bahagia kami di masa kini
Pengiring nikmat kuburmu saat ini
Di sisimu, pekik merdeka lebih bermakna
Karena ia adalah jalan menuju sorga

Pada Wajah yang Teduh

Usai salam kedua aku bersimpuh
Ketika malam telah habis separuh
Kutatap dengan jiwa ragaku yang rapuh
Pada wajah yang sejuk lagi teduh
     Mimpi indahkah dia
     Bertemu siapa dia
     Mungkinkah ia berjumpa nabinya
     Seperti doa yang selalu diucapkannya
     Aku bertanya pada malam gelap
     Yang menemaninya tertidur lelap
Alunan merdu dari balik bukit
Sadarkan jiwa 'tuk segera bangkit
Aku meraih tangannya
Bangun, Nak, shubuh telah tiba

Senin, 03 April 2017

Korupsi Itu

Korupsi itu seperti gurita
Tentakelnya ke mana-mana
Tidak peduli makanan siapa
Merasa segalanya punya saya
   Korupsi itu seperti kera
   Dikasih satu minta tiga
   Dikasih tiga minta lima
   Perut kenyang tapi mulut tetap menganga
Korupsi itu seperti serigala
Taringnya tajam, gigitannya bak pedang bermata dua
Bukan hanya daging segar
Bahkan bangkai dimakan juga
   Korupsi itu seperti anjing
   Harta banyak tapi sebenarnya maling
   Awalnya senang tapi tak mungkin happy ending

Perjalanan Akhirat

Gelap - di sini bermula kematian
   Sulbi - di sini ada kematian
      Rahim - di sini pun ada kematian
         Dunia - di sini orang cari kematian
            Ilmu - di sini bermula kehidupan
               Cinta - di sini ada kematian
                  Jodoh - di sini pun ada kematian
               Keturunan - hiasan kehidupan
            Kematian - jalan menuju keabadian
         Kebangkitan - harapan orang beriman
      Mizan - pertanggungjawaban disiapkan
   Jembatan - titian masa depan
Balasan - Firdaus, nikmat tak terkirakan

Mengapa Hatimu

Kala manusia sucikan dirinya
Dengan basuhan, usapan, dan air kesucian
Wajah menghadap kiblat
Khusyuk dalam kenikmatan shalat
Mulutmu kepulkan asap
Batang sigaret dan secangkir kopi pekat
Kau nyanyikan lagu hampa
Sedang kau tak pernah sebut nama-Nya
Kacamatamu lepaskanlah
Tatap dunia dengan nurani
Perasaanmu adalah anugerah-Nya
Bangunkanlah
Bukan nyawa kau pelihara
Bukan raga kau punya
Tapi Dia yang menjaga
Sembahlah

Doa Terselubung

Lelap melenakan manusia
Dalam kematian sementara
Kedua tangan ini menengadah
Dengan jiwa dan rasa pasrah
Kususupkan doa-doa panjang
Merintih memelas

Naif

Kaukatakan Tuhan pengatur kehidupan
Tapi kaucampakkan Ia dalam segenggam kesombongan
Kaubilang kuasa Tuhan di atas segala alam
Tapi kau sembunyikan kuasa-Nya pada kegelapan jalan
Kau menyebut Dialah Tuhan tertinggi
Tapi dalam hatimu ada tuhan-tuhan lagi
Tuhan kemakmuran
Tuhan keberuntungan
Tuhan kekebalan terhadap hukum
Tuhan pencipta keadilan semu
Tuhan yang menentukan hitam-putih nasib
Bahkan kadang kau merasa nyawa manusia
Ada dalam genggamanmu
Hanya nyali kerdilmu tak mau bicara
"Akulah tuhan kalian yang tertinggi"

Istighfar

Malam ini aku bersenandung
Tenangkan jiwaku nan murung
Bukan senandung yang buat hati linglung
Tapi alunan suara ayat Sang Khaliq yang layak disanjung
     Ruhaniku terluka
     Luka menganga pada jasad yang fana
     Bergelambir tubuh ini penuh dosa
     Nota hati yang kian hari bertakhta
Secuil tikar kugelar, mekar
Di bawah sajadah merahnya memudar
Batinku menangis menggelepar
Bibirku lirih kuucapkan istighfar
     Hanya kalimat ini yang membasuhku
     Kala hadir-Nya hilang dari qalbu
     Terasing, tersingkir, kuanggap batu
     Tuhan, sudikah Kauampuni daku

Mengingat-Mu Nikmat Terindah

Malam ini buat 'ku gelisah
Hati yang mestinya tuma'ninah
Tapi terasa gundah
Adakah jiwaku tak lagi tajam terasah
Hingga diri mulia ini terasa sampah
Allah Rabb-ku, apakah ini musibah
Kau timpa kepadaku kesulitan yang bertambah
Kutengok kesadaranku yang terbawah
Kurasa ruhaniku pada tempat terendah
Pandanganku menengadah
Pada langit-langit yang retak pecah
Rupanya beberapa hari ini aku kurang tilawah
Tilawah, bukan tidur di lantai bawah
Tapi membaca Alquran, wahyu Sang Pemberi Hidayah
Penerang jiwa yang resah
Pemberi solusi segala masalah
Kuambil kitab itu dari rak buku yang agak basah
Huruf-hurufnya kubaca pelan teriring doa yang mendesah
Allah Dzul Jalaalah
Jaga diri ini dengan ibadah
Karena...
Mengingat-Mu adalah nikmat terindah

Pada Wajahmu